07.46

Pengalaman Qw

Dikreasi oleh Santoz Mayangsari

Dwi Hadi Santoso, 10 Besar Pengendang Bocah Terbaik Nasional

 

 

Santos-sapaan akrab Dwi Hadi Santoso- kemarin terlihat sibuk menata sejumlah peralatan alat kesenian jaran kepang di teras rumahnya di Desa Pesanggrahan, Batu. Dengan mengenakan ikat kepala warna batik dan kombinasi kaos hitam, celana hitam, Santos membersihkan empat kendang dengan kain. Setelah kendang bersih, bocah berusia 12 tahun dan bertubuh kurus kemudian duduk bersila sambil menghadap salah satu kendang dengan ukuran panjang sekitar 77 centimeter.
Tidak berselang lama, kesepuluh jemarinya pun memainkan kendang. Meski jemari tangannya kecil, namun terlihat lincah. Alunan suara kendangnya terdengar merdu, karena ayahnya, Sunarto, ikut mendampingi dengan iringan musik gamelan lain. “Ini latihan Mas, karena nanti sore saya harus main jaran kepang untuk karnaval desa,” ujar Santos, ketika ditemui di rumahnya.
Sesaat kemudian Santos istirahat. Dia lalu mengambil foto saat bersama teman-temannya yang mewakili Jatim ketika tampil dalam Festival Dalang Bocah di TMII Jakarta, 21-23 Juli 2008 lalu.
Dalam festival tersebut, kontingen Jatim ikut lomba dalam dua kategori, yakni memainkan irama kendang Gagrak Jatim dan Gagrak Solo. Namun, dari festival dalang bocah tersebut, Santos ketepatan memainkan irama kendang Gagrak Solo dengan lagu Gundul-Gundul Pacul. Dalam lomba tersebut, Santos masuk 10 besar terbaik se-Indonesia.
Dewan juri menilai kemahiran bermain kendang yang dimiliki Santos seperti layaknya orang dewasa. Pukulannya keras dan suaranya terdengar sangat jelas. Demikian pula turun naiknya irama kendang dalam lagu Gundul-Gundul Pacul dinilai tepat. “Penilaian itu yang membuat anak saya masuk 10 besar pengendang terbaik,” kata Sunarto yang duduk bersebelahan dengan Santos.
Sebenarnya perjalanan Santos untuk bisa tampil mewakili Jatim tidak terlepas prestasi yang masuk lima besar pengendang festival musik tradisi dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2007 Jatim. Dalam acara itu, Santos bersaing dengan delegasi dari 38 kota/Kabupaten se-Jatim.
Kemahiran bermain kendang yang dimiliki siswa kelas VII di SMPN I Kota Batu itu tidak instan. Melainkan melalui proses belajar yang cukup panjang. Dia belajar bermain kendang sejak duduk di bangku kelas II SDN Pesanggrahan I. Itupun tidak terlepas dari peran ayahnya, Sunarto.
Sunarto yang juga menjadi Pembina Sanggar Bodo Rupo Warno, Desa Pesanggrahan, selalu membimbing anaknya dalam bermain kendang. Setelah belajar selama satu tahun, Santos mendapatkan kesempatan duet bareng dengan Luluk Purwanto (pemain biola) ketika konser di Kota Batu.
Pertunjukan itu digelar di depan Plaza Batu pada 2004 silam dalam konser A La Carte oleh Luluk Purwanto dan Friends; Collaborations with Santos dan Adi. “Kenangan itulah yang berkesan hingga sekarang,” ujar Santos, sambil mengamatinya foto konsernya bersama Luluk Purwanto.
Begitu pula sebelum tampil dalam setiap even, Sunarto men-drill anaknya bermain kendang selama satu jam nonstop. Dalam latihan itu, Santos diberi tugas ayahnya untuk memainkan berbagai jenis irama, di antaranya remo, reogan, jaran kepang, jula-juli, hingga Gundul-Gundul Pacul. “Latihan itu sengaja saya berikan agar tangan anak saya kuat,” ucap Sunarto. Selain itu, kemahiran Santos tidak hanya memainkan kendang. Ia juga lihai memainkan alat kesenian tradisional lainnya seperti terompet.
Untuk terus mengasah keterampilannya, Santos mengambil kegiatan ekstrakurikuler karawitan dan teater. “Saya memilih karawitan dan teater karena saya ini jadi seniman musik tradisional,” tambah Santos.
Disinggung kesukaannya dengan musik tradisional, Santos mengaku prihatin karena mulai ditinggalkan anak muda. Anak-anak sekarang ini lebih suka dengan musik modern. Seperti, rock, pop, hingga dangdut. “Saya ingin melestarikan kesenian peninggalan leluhur,” ucap bocah berambut lurus ini.

(dimuat di harian Jawapos, Medio Agustus 2008)